Mengantar Mimpi Bhr Busuk di Penjara
Saat ini timeline dipenuhi dengan pemberitaan baik dari media nasional dan juga sebagian besar warganet melalui akun somed mereka yaitu soal Bahar "Blonde" Smith yang akhirnya dijadikan tersangka dan langsung ditahan oleh Polda Jawa Barat. Dan sudah pasti ada yang senang dan yang sebaliknya. Tapi yang senang dan gembira lebih banyak daripada yang tidak.
Mereka yang tidak senang atau tak setuju Bahar dijadikan tersangka, ya siapa lagi kalau bukan kelompok oposisi dan simpatisannya yang sudah tertutup akal sehatnya. Kelakuan Bahar 'Blonde" Smith yang buruk dan super noise sejak yang bersangkutan keluar dari penjara dengan dakwah yang unfaedah dan cenderung sampah. Tapi bagi para pemujanya tak masalah. Mereka lupa yang waras dan sehat jauh lebih banyak daripada yang sudah tertutup nuraninya.
Seperti yang sudah kita ketahui, setelah sebelumnya adegan drama demi drama anggota kepolisian Polda Jawa Barat juga aparat TNI beberapa waktu yang telah lalu menguras gemas rakyat, di mana Bahar Smith yang terlihat diistimewakan mendapat kritikan keras oleh seluruh elemen masyarakat. Dan akhirnya Polda Jawa Barat mengambil sikap. Bahar Smith dijadikan tersangka dan langsung ditahan. Wajar jika rakyat bersikap dan tampak tak sabar. Sebab sikap Bahar sudah sangat keterlaluan di luar batas kemanusiaan.
Dan memang sudah seharusnya demikian, unsur pidana secara umum dapat dibaca oleh masyarakat awam sekalipun. Spesies jenis Bahar Smith ini sangat berbahaya bagi generasi di masa yang akan datang. Dan sudah seharusnya para aparat belajar dari pengalaman masa silam. Tumbuh kembangnya kelompok Islam konservatif yang didalangi oleh eks FPI pimpinan Rizieq semestinya menjadikan pelajaran. Dulu terlalu lunak, aparat seperti tak memiliki wibawa. Sudah seharusnya mulai sekarang cerabut habis orang atau kelompok-kelompok yang terindikasi radikalis.
Faktanya toh kelompok-kelompok semacam itu tak ada manfaat bagi rakyat, justru sebaliknya negeri ini direpotkan dengan segala tindakan mereka. Dan tak hanya direpotkan dari sisi keamanan yang mana miliaran uang negara hangus sia-sia karena ulah mereka, tapi yang paling utama adalah kedamaian masyarakat Indonesia yang tak ternilai harganya. Coba bayangkan kalau uang-uang itu untuk membangun Indonesia sudah pasti jadi barang atau bangunan dan bermanfaat bagi jutaan rakyat Indonesia.
Hanya saja yang membuat geli ada tokoh-tokoh nasional yang nampak bodoh membela mereka atas nama demokrasi, atas nama melindungi, atas nama merangkul sesama anak bangsa dan lain sebagainya. Menurut saya "mereka" yang membela dan tak rela hanyalah tokoh-tokoh yang memanfaatkan demi kepentingan saja. Para musang berbulu domba. Padahal kelompok jenis mereka itu tak banyak diminati umat. Jadi para tokoh itu sebetulnya "bunuh diri" secara tak terhormat.
Siapapun tokoh yang membela dengan alasan pembenaran akan ditandai oleh rakyat mayoritas yang berbasis nasionalis dan tak suka agama dijadikan topeng meraih kekuasaan. Bagi kelompok nasionalis atau pancasilais, agama jangan dicampur adukkan dengan politik untuk meraih sebuah tujuan.
Contoh tokoh-tokoh yang lahir atas nama agama seperti Anies Baswedan yang dekat dengan eks FPI dan gerombolannya itu. Dan kini harus menghadapi sebuah fakta. Dosa masa lalu yang tak dapat hilang begitu saja. Seorang Anies rasanya mau memoles seperti apa pun saat ini di benak rakyat tak akan hilang, jika yang bersangkutan dulu didukung oleh eks kelompok radikalis dan mesra kala memiliki kepentingan. Itu sudah menjadi cacat permanen sampai kapanpun. Dan sudah pasti para bohir dan pendukungnya dibuat pusing tujuh keliling.
Seperti falsafah Jawa yang masih sangat relevan sampai saat ini, "Anies ngunduh wohing pakerti" yang artinya Anies memanen apa yang telah ia pernah tanam. Sudah menjadi takdir Tuhan, ia bakal tsk jadi apa-apa setelah lengser nanti, parpol pengusung bakal ketakutan sendiri atas hukuman sosial mayoritas rakyat Indonesia. Dulu silau demi kekuasaan merebut Balai Kota DKI Jakarta dengan cara tidak fair play. Menggunakan agama, ayat dan mayat sebagai tunggangannya melalui tangan-tangan kelompok eks FPI dan turunannya dengan cara yang terbilang sadis dan kejam, melalui unsur intimidasi secara psikologis secara massal.
Kembali ke soal Bahar "Blonde" Smith yang sedang tenar. Kita dulu pasti ingat saat tahun 2018, ketika yang bersangkutan menghina Kepala Negara dengan sebutan banci dan sampai mengatakan buka celana dan menstruasi segala, ketika berceramah di Lampung. Dan saat yang bersangkutan diminta untuk meminta maaf, ia menolak bahkan mengatakan, "Lebih baik busuk di penjara dari pada minta maaf".
Well, perkataan atau keinginan Bahar Smith itu seolah doa yang tertunda. "You are what you think", Anda adalah apa yang yang Anda pikirkan, maka saat ini Bahar "Blonde" Smith sepertinya hendak menuntaskan mimpi besarnya tersebut yaitu benar-benar membusuk di penjara. Padahal yang bersangkutan baru saja keluar dari penjara beberapa waktu yang telah lalu, atas kasus penganiayaan dan kini kembali masuk melalui kasus ujaran kebencian. Ini sepertinya akan menjadi cerita panjang dan sisa umurnya akan dihabiskan di dalam penjara seperti keinginannya kala itu.
Mungkin Anda bertanya mengapa Bahar terlihat gahar? Seakan tak takut dengan siapapun. Bahar Smith didukung oleh tokoh-tokoh oposan dan juga mereka yang "anti" terhadap Jokowi. Pasti Anda semua tahu, siapa saja tokoh yang anti Jokowi. Mereka bisa datang dari pengusaha kakap yang bermasalah dengan pemerintah, politisi, pengamat, mantan pejabat dan masyarakat awam. Dan dengan mudah dapat kita petakan.
Bahar ini hanyalah orang yang dimanfaatkan saja. Ia sebagai wayang. Kemampuan berpikirnya di bawah rata-rata hanya karena yang bersangkutan punya nama saja dan mengaku keturunan Nabi pula. Sehingga ia diplot menjadi wakil bagi para pembenci Jokowi di atas panggung dengan balutan dakwah.
Bagi Bahar Smith senang-senang saja, karena memang yang bersangkutan cinta sanjungan dan gila akan kehormatan, meski ia tahu resikonya sebagi tumbal kebodohan segelintir umat. Cara yang diplih Bahar memiliki resiko besar tapi memang kemampuannya memang melalui jalan ujaran kebencian. Karena melalui jalan "intelegensia" ia sadar tak memiliki kemampuan.
So, cara Bahar ini tak ada bedanya dengan Rizieq yang konon gurunya tersebut. Maka tak heran jika mereka ini kerap keluar masuk penjara bukan sebagai tahanan politik yang tentu jauh lebih keren statusnya, tapi mereka menyandang gelar "residivis" yang akan melekat hingga ajal menjemputnya kelak.
Orang-orang seperti mereka ini, saat berdakwah akan berusaha bicara tentang NKRI, nasionlisme, cinta Indonesia, keadilan, ini perjuangan untuk umat dan seputar itu sebagai tamengnya. Padahal isi ceramah sampah penuh ghibah dan timbulkan masalah. Mereka yang menjadi jamaah tersulut menjadi gerah, isi ceramah yang membakar mereka bawa saat pulang ke rumah.
Ketahuilah, dendam sekam itu mereka pelihara di dalam dada setiap hari. Sehingga para jamaah yang rendah literasi itu akan memuntahkan kebencian melalui sosial media, mempengaruhi orang-orang sekitarnya bahkan di mana saja mereka berada dengan pemahaman paling benar sendiri. Otak dan hati mereka setiap saat hanya dipenuhi kebencian terhadap pemerintah atas ulah pendakwah, yang dibayar oleh ketenaran dan kekayaan yang melimpah atas setiap ulah. Mobil mewah dan tempat tinggal yang serba wah.
Dan kasihan, jamaah yang di bawah hanya dijadikan pijakan layaknya keset di lantai, mereka memuja, mengagumi, mencium dan menyembah kepada tokoh yang salah.
Bagaimana menurut Anda?
Demikian, salam